Selasa, Agustus 28, 2007

Sebuah Realita Bunderan

MEMO DARI CIGANJUR*

Muthia Esfand, S.S**

“Perlawanan terhadap kekuasaan adalah perjuangan melawan lupa”

(Milan Kundera)

“Wah, Muthia bisa beladiri ya? Gimana kalau masuk Bunderan saja, bikin semacam kepanduan akhwat di Bunderan?” Percaya atau tidak, itulah kalimat awal yang dilontarkan oleh “Tiga Serangkai” pentolan partai; Rina Juwita (Sekjen Partai Bunderan 2000/2001), Maryati (Ketua DPM KM UGM 2001/2002), dan Hensi Margaretta (salah satu akhwat pengurus Bunderan waktu itu) kepada saya ketika mengajak untuk masuk kedalam keluarga besar partai kampus tertua di Indonesia ini. Sekitar bulan April menjelang Pemira 2002. Suatu bentuk ajakan yang kalau dipikir-pikir lagi gak nyambung banget dengan segala kegiatan dan orientasi politik kampus yang ada di partai ini.

Namun, semua pasti bisa menebak kisah selanjutnya. Entah mengapa juga saya menerimanya begitu saja. Bukan, bukan karena hasrat untuk mengembangkan skill beladiri saya, karena toh ketika itu saya pun sudah meng-organize sebuah klub beladiri praktis muslimah, namun lebih karena “aura” kenekatan mereka yang mengajak saya itu. Jujur, ketika itu saya sama sekali blank tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan Partai Bunderan. Memang, saya sudah ikut DM 1 KAMMI saat itu, bahkan sudah beraktivitas sambil lalu di Komisariat UGM. Tetapi, pengetahuan saya tentang Bunderan hanya sebatas mengenal nama. Itulah sentuhan pertama saya dengan Bunderan. Sentuhan yang menjelma menjadi kenyamanan, kecintaan, dan totalitas dalam ikut serta mengelola partai ini.

“Tiga Serangkai” akhwat tadi begitu rajin mengajak saya diskusi dan berbagi. Tentang sejarah pembentukan partai, tentang peta perpolitikan mahasiswa di UGM, tentang suasana politik yang melingkupi gedung pusat, tentang kehidupan mahasiswa secara umum, tentang bangunan nilai Islam yang dititipkan dalam tubuh partai, serta tak terbilang idealita lainnya. Perlahan, saya mulai memahami manifesto gerak dari partai kampus ini. Saya mulai sering diajak mengikuti pertemuan-pertemuan partai serta beragam acara lain yang relevan. Bermacam judul buku bernuansa sosial-politik pun mulai disodorkan dan direferensikan pada saya. Dan, yang paling berkesan bagi saya adalah proses penanaman mentalitas untuk selalu ideologis dalam berpikir secara kritis dalam mensikapi segala yang menyimpang. Saya pun mulai belajar lebih sistematis dan berani dalam meyampaikan gagasan.

Perangkat kaderisasi partai ketika itu sangat sangat belum ideal dan tertata. Ruang pengkaderan formal pun baru satu macam, SPM (Social Politic Management) saja. Namun, ketidakidealan itu tertutupi dengan diskusi dan sharing kultural antar generasi yang begitu intens dilakukan. Kepedulian para pengurus inti untuk berbagi ilmu dan pengalaman pada para pengurus maupun kader partai yang terhitung junior sangatlah terasakan.

Sejak tahun 2002 itulah akhirnya saya setia menjadi pengurus partai, dan tentunya spesialisasi tum pemenangan Pemira. Awal mula menjadi pengurus partai, saya masuk ke departemen Propaganda Media Strategis (2002), tahun selanjutnya saya menjadi staf departemen Jaringan (2003), setelahnya menjadi ketua departemen Jurnalistik (2004), kemudian menjadi sekjend (2005), dan berakhir sebagai presiden partai (2005/2006). Kalau di pemerintahan ada istilah pejabat karir, nah kurang lebih begitulah saya di Bunderan. Apa yang begitu membuat saya terpesona dan sangat menikmati berada di partai ini? Banyak hal.

Karena nuansa pembelajarannya. Beraktivitas di dunia politik kampus tentunya membutuhkan bekal yang tidak sekedarnya. Mulai dari bekal pemahaman nilai gerak Islam, referensi teoretis mengenai beragam wacana dan analisis, kemampuan menjalin jaringan dengan berbagai elemen, strategi manajemen organisasi yang efektif, kapabilitas mencetak kader yang mumpuni, kecerdasan memanfaatkan peluang dan mensikapi kondisi, kepekaan dalam membaca situasi sekitar, serta kreativitas dalam mencitrakan partai. Nah, Bunderan memberikan peluang luas bagi kadernya dalam mempelajari semua itu.

Karena nuansa kebersamaannya. Hampir seluruh pengurus dan kader partai ketika itu memiliki amanah di lembaga formal mahasiswa (kecuali saya, yang satu-satunya kesempatan beraktivitas di lembaga mahasiswa adalah ketika menjadi mentri PSDM BEM KM UGM 2004/2005). Bunderan akhirnya menjadi “rumah” bagi para kader lembaga itu untuk saling bertukar cerita dan idealita dengan sesamanya. Bunderan menjadi tempat para kader lembaga itu untuk saling melepas kepenatan dan menjalin keakraban. Sungguh, nuansa kekeluargaan itulah yang paling membuat saya betah bertahan disana dari awal sampai akhir masa kuliah saya di UGM.

Karena nuansa perjuangannya. Beraktivitas di partai ini membuat mata saya semakin terbuka, bahwa begitu banyak ketidakadilan yang menimpa saudara saya sesama mahasiswa. Bahwa saya sebagai salah satu mahasiswa, yang alhamdulillah lebih diberikan banyak kelapangan oleh Allah, memiliki kewajiban untuk turut membantu yang lain. Beraktivitas di partai ini juga membuat saya sering meneteskan air mata setiap ikut serta di posko advokasi mahasiswa baru. Tangisan geram akan diskriminasi dan pembedaan yang kontras sekali terjadi pada ribuan mahasiwa baru. Beraktivitas di partai ini juga membuat saya tidak pernah segan berpanas dahaga mengacungkan kepalan di Bundaran UGM, demi menunaikan kemampuan terakhir yang bisa saya berikan bagi sesama.

Karena nuansa egaliternya. Di sini, tidak pernah dibedakan siapa kamu dan angkatan berapa kamu. Semua boleh berperan serta. Semua berhak berbicara dan menyumbang gagasan. Semua bebas mengkritik. Terus terang, saya termasuk dalam “black list” ketika itu. Karena saya sering dianggap “perusuh” yang berpikiran radikal. Tetapi, di Bunderan tidak ada lagi sekat-sekat stigma itu.

Yah, itulah mungkin sedikit asa masih terasakan nuansanya sampai sekarang, disamping berbilang cerita jatuh bangun lain yang terlampau panjang untuk dituangkan. Berjuang memang bisa dimana saja, namun hanya ada satu jenis perjuangan dengan cita rasa Partai Bunderan.

Ciganjur, 14 Juli 2007

*Sekedar catatan perjalanan kader Partai Bunderan

** Mantan Presiden Partai Bunderan ke 9

Tidak ada komentar: